Makalah
EKSISTENSI
PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Negara
yang maju dapat dilihat dari kualitas sumber
daya manusianya. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu untuk menggunakan
semua sumber daya yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Salah satu hal yang perlu
diperhatikan untuk meningkatkan pendidikan dari semua sumber daya manusianya. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting bagi kehidupan
manusia. Pendidikan merupakan pilar utama bagi peradaban suatu bangsa. Oleh sebab
itu kemajuan sebuah
bangsa, sebenarnya tidak pernah lepas dari peranan
pendidikan.
Peningkatan
kualitas pendidikan merupakan cita-cita yang ingin
dicapai oleh setiap Negara di dunia. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga
suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab dengan pendidikan akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas secara
holistik, dan pendidikan merupakan proses
mencetak generasi penerus bangsa. Bagi suatu
bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan
sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya mutu pendidikan
juga berpengaruh tehadap perkembangan suatu bangsa.
Begitu pentingnya pendidikan
untuk kemajuan sebuah bangsa, maka hal itu tentu ditopang adanya
sumberdaya yang berkualitas. Sumberdaya yang berkualitas dimulai dari pendidik, sebab dengan pendidik yang berkualitas akan menghasilkan sumberdaya
manusia yang terdidik yang akan membawa suatu Negara kearah
kemajuan.
Pengawas sekolah merupakan salah
satu unsur pendidikan yang tak terpisahkan dalam meningkatkan kualitas suatu
bangsa, sebab keberadaan Pengawas sekolah yang merupakan pejabat
fungsional dinaungi oleh sejumlah dasar
hukum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah landasan hukum yang terbaru yang
menegaskan keberadaan pejabat fungsional itu. Selain itu, Keputusan Menteri
Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakan dengan
keputusan nomor 091/2001) dan Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 020/U/1998 (disempurnakan dengan keputusan nomor 097/U/2001) menetapan
pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen sampai saat ini. Jika ditilik
sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada, yang terkait dengan
pendidikan, ternyata secara hukum pengawas sekolah diperlukan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan.
B.
PERMASALAHAN
Dari latar belakang di atas yang menjadi rumusan
masalah pada makalah ini adalah :
1.
Bagaimana eksistensi pengawas
sekolah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku ?
2.
Bagaimana Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas sekolah?
3.
Bagaimana Ruang lingkup kerja Pengawas sekolah?
4.
mBagaimana kinerja Pengawas sekolah dalam rangka
meningkatkan Mutu Pendidikan ?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1.
Menjelaskan dan menguraikan eksistensi
pengawas sekolah.
2.
Menjelaskan dan menguraikan tentang
Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas sekolah.
3.
Menjelaskan dan menguraikan Ruang
lingkup kerja Pengawas sekolah.
4. Menjelaskan dan menguraikan Pengawas sekolah dan Mutu
Pendidikan.
D. MANFAAT
Manfaat
yang diharapkan dalam
penulisan makalah ini adalah mampu memberikan wawasan dan masukan yang positif
bagi mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Eksistensi Pengawas Sekolah
Eksistensi
Pengawas Sekolah telah dilindungi oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional
Pengawas sekolah dan Angka Kreditnya, menyatakan bahwa yang dimaksud jabatan
fungsional Pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang
lingkup tugas, tanggung-jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan
pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Pengawas Sekolah
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial
pada satuan pendidikan.
Kegiatan pengawasan sekolah ini meliputi
menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil
pelaksanaan program, melaksanakan bimbingan dan pelatihan profesional Guru.
Dalam menjalankan tugasnya, pengawas sekolah juga melakukan pengembangan
profesi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap dan
ketrampilan untuk peningkatan profesionalisme maupun dalam rangka menghasilkan
sesuatu bagi pendidikan dan sekolah.
Dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompetensi pengawas
sekolah/madrasah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akademik dan
nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat
seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk
dapat melaksanakan tugas pokok,fungsi dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang
harus dikuasai pengawas sekolah yakni:
a. kompetensi kepribadian,
b. kompetensi supervisi manajerial,
c. kompetensi supervisi akademik,
d. kompetensi evaluasi pendidikan,
e. kompetensi penelitian dan
pengembangan, dan
f. kompetensi sosial.
Dari hasil uji kompetensi di beberapa
daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu ditingkatkan
terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi
pendidikan dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Untuk itu diperlukan
adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas
sekolah dalam jabatan, terlebih lagi bagi para calon pengawas sekolah.
Realita yang muncul saat ini bahwa pengawas
sekolah kompetensinya belum merata, hal ini dapat diketahui dari hasil uji
kompetensi yang telah dilaksanakan beberapa tahun yang lalu, kemampuan yang dimiliki
oleh pengawas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya belum memenuhi
standar kompetensinya, oleh sebab itulah pemerintah perlu mengadakan pendidikan
dan latihan ( Diklat ) peningkatan kompetensi pengawas sekolah guna
meningkatkan kualitas pengawas sekolah dalam menjawab tantangan global.
Eksistensi seorang pengawas sebagai pejabat
fungsional yang permanen dilandasi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
Hal ini menegaskan bahwa keberadaan pengawas sangat diperlukan sebagai supervisor
dan juga sebagai assessor dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
2. Tugas Pokok dan Fungsi ( Tupoksi ) Pengawas
Sekolah
Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0304/U/1980 tentang Struktur Organisasi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, menempatkan pengawas dan penilik sekolah sebagai tenaga dua
fungsi. Maksudnya, mereka memiliki posisi jabatan struktural dan juga berposisi
pada jabatan fungsional. Akan tetapi, dengan keluarnya Keputuan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 118/1996 tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, pengawas sekolah dan penilik
sekolah (kemudian bernama pengawas sekolah) murni menjadi pejabat fungsional.
Jabatan struktural yang melekat padanya dilepaskan oleh keputusan itu itu.
Sejak itulah pengawas sekolah bertugas sebagai penilai dan pembina bidang
teknik edukatif dan teknik adminsitratif di sekolah yang menjadi tanggung
jawabnya.
Secara tegas dikatakat dalam
Keputusan Menpan No. 118/1996 sebagai berikut,
”Pengawas
sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan
pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan
dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan
pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah.”
Inti tugas pokok dan fungsi pengawas
sekolah adalah menilai dan membina. Subjek yang
dinilai adalah teknis pendidikan dan administrasi pendidikan. Penilaian menurut
PP 19/2005, bab I, pasal 1, ayat (17) adalah seperti betikut ini, ”Penilaian
adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian
hasil belajar peserta didik.” Sedangkan Kepmenpan No. 118/1996, bab I,
pasal 1, ayat (8) menyatakan, ”Penilaian adalah penentuan derajat kualitas
berdasarkan kriteria (tolok ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.”
Terkait dengan tugas menilai,
seorang pengawas sekolah melakukan pengumpulan informasi tentang subjek dan
objek kerjanya (teknik pendidikan dan administrasi). Informasi itu
kemudian diolah sedemikian rupa. Hasil olahan informasi itu digunakan
untuk mengukur atau menentukan derajat kualitas subjek. Hasil penilaian
tersebut akan menginformasikan kepada pengawas sekolah bahwa teknik pendidikan
di satuan pendidikan tertentu telah memenuhi tolok ukur (standar) yang
ditetapkan atau sebaliknya. Begitu pula halnya dengan teknik administrasi.
Kepemenpan Nomor 118/1996, Bab I,
pasal 1, ayat:
(9) Pembinaan
adalah memberi arahan, bimbingan, contoh, dan saran dalam
pelaksanaan pendidikan sekolah.
(10) Memberikan arahan adalah
upaya Pengawas Sekolah agar guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi dalam
melaksanakan tugasnya lebih terarah dan mencapai tujuan yang telah
dirumuskan.
(11) Memberikan bimbingan
adalah upaya Pengawas Sekolah agara guru dan tenaga lain di sekolah yang
diawasi mengetahui secara lebih rinci kegiatan yang harus dilaksanakan dan cara
melaksanakannya
(12) Memberikan contoh adalah
upaya Pengawas Sekolah yang dilaksanakan dengan cara yang bersangkutan
bertindak sebagai guru yang melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan
untuk materi tertentu di depan kelas/ruangan bimbingan dan kenseling dengan
tujuan agar guru yang diawasi dapat mempraktikkan model mengajar/membimbing yang
baik.
(13) Memberikan saran adalah
upaya pengawas sekolah agar sesuatu proses pendidikan yang dilaksanakan di
sekolah lebih baik dari pada hasil yang dicapai sebelumnya atau berupa saran
kepada pimpinan untuk menindaklanjuti pembinaan yang tidak dapat dilaksanakan
sendiri.
Berdasarkan hal di atas, ada
sejumlah komepetensi yang harus dimiliki oleh seorang pengawas sekolah. Secara
garis besar ada dua kompetensi yang harus dimliki, yakni kompetensi menilai dan
kompetensi membina. Wawasan pengeawas sekolah dalam bidang penilaian sangatlah
dibutuhkan. Mulai dari memahami konsep penilaian, jenis penilaian, indikator
penilaian, instrumen penilaian, mengolah hasil penlaian, sampai kepada
memanfaatkan hasil penilaian untuk pembinaan, merupakan hal wajib yang harus
dikuasai pengawas sekolah. Selain itu, melaksanakan penilaian dengan kiat yang
tepat juga merupakan bagian dari komeptensi yang tidak boleh dilupakan.
Sehubungan dengan ini, ada empat kelompok tugas pengawas sekolah yaitu: (1)
merencanakan penilaian yang dilengkapi dengan instrumennya; (2) melaksanakan
penilaian sesuai dengan kaidah-kaidah penilaian; (3) mengolah hasil
penilaian dengan teknik-teknik pengolahan yang ilmiah; dan (4) memanfaatkan
hasil penilaian untuk berbagai keperluan.
Kompetensi dalam membina juga
demikian halnya. Pengawas sekolah haruslah memahami konsep pembinaan,
jenis-jenis pembinaan, strategi pembinaan, komunikasi dalam membina, hubungan
antarpersonal dalam membina, dan sebagainya. Sekaitan dengan pembinaan,
pengawas sekolah juga harus piawai merencanakan pembinaan, melaksanakan
pembinaan, menilai hasil pembinaan, dan menindaklanjuti hasil pembinaan. Dengan
kompetensi-kompetensi itu tentu keberadaan pengawas di satuan pendidikan
benar-benar diharapkan dan dirindukan.
Berdasarkan hal itu tugas pokok
pengawas sekolah dapat dirumuskan selaras dengan ayat 1, pasal 2, Kepmenpan
Nomor 118/1996 sebagai beirkut, ”Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai
dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik
negeri maupun swasta yang menjadi tanggungjawabnya.”
3. Lingkup Kerja Pengawas Sekolah
Lingkup kerja pengawas sekolah
pada satuan pendidikan adalah supervisi yang berwujud penilain dan
pembinaan yang dilakukan pengawas sekolah terhadap satuan pendidikan (sekolah).
Objek pembinaan dan penilaiannya adalah teknis pendidikan dan teknis
administrasi. Proses yang dilakukan meliputi empat langkah penting, yakni
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penindaklanjutan. Pengorganisasian
dilakukan dalam program kerja yang meliputi program kerja tahunan dan program
kerja semesteran. Semua kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dari tahun
ke tahun dan dari satu semester ke semester berikutnya.
Pada akhir tahun pelajaran, pengawas
sekolah melakukan refleksi terhadap kegiatan supervisi yang dilakukannya
sepanjang tahun itu. Hasil refleksi itu akan memberikan informasi tentang
pelaksanaan supervisi yang tuntas dan yang tidak tuntas sesuai dengan rencana.
Hal yang tuntas sesuai dengan rencana tidak perlu dilanjutkan pada tahun
berikut. Hal yang belum tuntas menurut ukuran rencana, perlu dilanjutkan pada
tahun berikut. Dengan demikian, perencanaan supervisi tahun berikut memiliki
landasan empiris yang jelas, yakni pengalaman atau data supervisi tahun yang
lalu.
Selain merefleksi hasil supervisi
tahun lalu, pengawas sekolah juga membahas, mengkaji, dan menganalisis
kebijakan-kebijakan mutakhir yang diterbitkan birokrasi pendidikan. Kebijakan
itu dibahas secara rinci, terutama yang terkait langsung dengan tujuan
supervisi dan bidang tugas pengawas sekolah. Kebijakan bisa berasal dari
pemerintah dan bisa juga dari pemerintah daerah. Atau mungkin dinas pendidikan
setempat juga mengeluarkan kebijakan bidang pendidikan. Dengan menganalisis dan
memanfaatkan kebijakan bidang pendidikan, berarti perencanaan supervisi yang
disusun pengawas sekolah memilki dasar yuridis yang jelas pula.
Hal lain yang diperhatikan adalah
perkembangan ilmu dan pengetahuan. Perkembangan ilmu dan pengetahuan bisa
terkait dengan substansi disiplin ilmu, bisa juga terkait dengan pendekatan,
metode, dan teknik supervisi. Perkembangan ilmu dan pengetahuan tersebut
hendaklah menjadi perhatian pengawas sekolah dalam menyusun perencanaan
supervisi. Kemudian, perkembangan ilmu dan pengetahuan yang relevan dapat dijadikan
landasan penyusunan perencanaa tahun itu. Dengan demikian, perencanaan
supervisi yang disusun pengawas sekolah memiliki landasan teoretis yang jelas.
Perencanaan supervisi, kemudian
disebut program kerja pengawas sekolah terdiri dari program tahunan dan program
semester. Program tahunan dibuat oleh sekelompok pengawas sekolah yang diberi
tugas oleh koordinator pengawas sekolah. Program semesteran dibuat oleh
masing-masing pengawas sekolah untuk ruang lingkup kerja satuan pendidikan yang
dibinanya. Program semesteran ini disusun berdasarkan program rahunan. Jadi,
program tahunan berlaku untuk suatu kota atau kabupaten dan menjadi pedoman
untuk menyusun program semesteran. Program semesteran adalah program
masisng-masing pengawas sekolah untuk sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Berdasarkan uraian di atas,
perencanaan atau program supervisi satuan pendidikan (sekolah) memiliki tiga
landasan penting. Ketiga landasan penting itu adalah landasan empiris, landasan
yuridis, dan landan teoretis. Dengan ketiga landasan tersebut,
perencanaan atau program supervisi diharapkan bedayaguna dan berhasil guna,
efektif dan efisien.
Aplikasi perencanaan meliputi dua
bidang utama yakni teknik pendidikan dan teknik administrasi. Teknik pendidikan
berhubungan dengan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
dengan segala aspeknya. Pembelajaran itu sendiri sekurang-kurangnya meliputi
lima bidang pokok yakni penyusunan program, penyajian program, penilaian hasil
dan proses, menganalisis hasil belajar, dan menyusun serta melaksanakan
perbaikan dan pengayaan. Sekaitan dengan itu, pertama-tama yang harus dinilai
oleh pengawas sekolah adalah program yang disusun oleh pendidik. Apakah program
itu telah memenuhi standar atau belum? Kalau belum, di mana belumnya? Apa faktor
penyebabnya? Dan mungkin sejumlah pertanyaan lain dapat dimunculkan.
Barangkali, pertanyaan utama yang diajukan untuk penyusunan program oleh
pendidik adalah, ”Berapa persenkah jumlah pendidik di bawah pengawasan saya
yang telah menyusun program pembelajaran dengan benar (menurut standar yang
ditetapkan)?
Sebelum menjawab pertanyaan itu,
tentu pengawas sekolah telah memiliki standar kelayakan suatu program
pembelajaran. Jika standar itu belum ditetapkan, seyogyanya itulah langkah awal
yang harus dilakukan oleh pengawas sekolah besama-sama pada satu kabupaten/kota
bersama pengawas sejenis. Standar kelayakan itu menjadi penting, karena itulah
yang menjadi panduan atau dasar bagi pengawas sekolah untuk menilai dan membina
pendidikan dalam menyusun program pembelajaran. Tanpa mengenal standar
kelayakan suatu program, pengawas sekolah akan cendrung semena-mena dalam
menilai dan membina. Tentu saja hasil penilaian dan pembinaan tidak akan
optimal dan tidak akan bermanfaat untuk peningkatan mutu.
Hal yang sama juga berlaku untuk
penyajian program, penilaian hasil belajar, analisis hasil belajar, dan
perbaikan serta pengayaan. Standar-standar masing-masing kegiatan itu jika
belum terumuskan secara spesifik, tentu itulah yang pertama-tama dikerjakan
oleh kelompok pengawas mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, bimbingan dan
koenseling, serta pengawas sekolah dasar dan teman kanak-kanak. Sudahkah
standar kelayakan itu ada? Inilah yang harus dijawab pertama-tama oleh para
pengawas sekolah.
Untuk membantu para pengawas
sekolah, seyogyanya kembali ke Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Pasal 19 ayat (1) misalnya menyatakan, ”Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
psikologis peserta didik.” Jika hal ini dijadikan sebagai standar kelayakan
penyajian program, tentu perlu dirumuskan indikator dari setiap item kelayakan
itu. Dari indikator-indikator itulah lahirnya instrumen penilaian yang
merupakan bagian dari perencanaan supervisi.
Kalau sasaran supervisi adalah
teknik administrasi, pengawas sekolah juga menetapkan standar kelayakannya.
Misalnya pengelolaan satuan pendidikan sebagai bagian dari teknik administrasi,
pengawas sekolah juga dapat mepedomani PP 19/ 2005 yang berhubungan dengan
standar pengelolaan. Dari standar-standar yang ada itu pula dapat disusun
indikator pengelolaan yang kemudian akan melahirkan instrumen penilaian tentang
pengelolaan satuan pendidikan. Hal yang sama juga berlaku untuk bidang lain
yang terkait dengan standar nasional pendidikan.
Bila kedua bidang (teknik pendidikan
dan adminsitrasi) telah dinilai, tentu diperoleh sejumlah data tentang itu.
Data atau informasi tersebut akan berbicara kepada pengawas sekolah setelah
melalui pengolahan yang benar. Informasi tersebutlah yang kemudian dijadikan
landasan untuk melakukan pembinaan. Katakanlah misalnya, jumlah pendidik di
bawah binaan seorang pengawas sekolah hanya 50 persen yang dapat membuat
program pembelajaran berdasarkan standar kelayakan. Padahal, target seorang
pengawas sekolah dalam program semesternya adalah 80 persen pendidik yang
dibinanya mampu menyusun program pembelajaran berdasarkan standar kelayakan.
Oleh karena itu, ada 30 persen lagi dari jumlah guru yang ada yang harus
dibina. Bentuk, metode, dan teknik pembinaan terhadpa 30 persen pendidik
itu dituangkan ke dalam perencananaan atau program pembinaan. Dengan
demikian, pada akhir tahun pembelajaran akan dapat dilakukan refleksi terhadap
pembinaan yang dilakukan. Begitu seterusnya untuk bidang-bidang yang lain.
PP 19/2005, pasal 19, ayat (3)
menyatakan, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.” Pada pasal 23 ditegaskan, ”Pengawasan
proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah
tindak lanjut yang diperlukan.”
Pengawas sekolah berkewajiban
menyusun laporan atas kegiatan supervisinya. Laporan tersebut selain digunakan
untuk menyusun perencanaan supervisi tahun berikutnya, juga digunakan sebagai
pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang dipikulkan kepadanya. Pasal 58 ayat
(5) PP 19/2005 menyatakan, ”Untuk pendidikan dasar, menengah, dan nonformal
laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/
Walikota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan dan satuan pendidikan bersankutan.”
4. Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dalam konteks
makalah ini adalah mutu proses pembelajaran dan hasil belajar. Mutu proses
mengacu kepada standar proses seperti yang tertuang di dalam PP Nomor 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. PP 19/2005, bab 1, pasal 1, ayat 6
menyatakan, ”Standar proses adalah standar naisonal pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.” Standar kompetensi lulusan ditegaskan pada ayat 4 seperti
berikut, ”Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.”
Pada pasal 19 ayat (1) peraturan
pemerintah ini dinyatakan, ”Peroses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi perserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kretivitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis perserta didik.” Pada ayat
(2) ditambahkan, ”Selain ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1),
dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.” Pada ayat (3) ditambahkan
lagi, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perenscanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.”
Jadi, mutu pendidikan dalam konteks
makalah ini adalah mutu proses yang mengacu kepada standar proses dan mutu
hasil yang mengacu kepada standar komepetnsi lulusan. Mutu proses memiliki
hubungan kausal dengan mutu hasil. Jika proses pembelajaran bermutu, tentulah
standar komptensi lulusan dapat dicapai dengan bermutu pula.
Pencapaian kedua mutu yang dimaksud,
sudah jelas membutuhkan keberadaan pengawas sekolah. Hal itu terkait dengan
tugas pokoknya yakni menilai dan membina teknik pendidikan dan treknik administrasi.
Penilaian mengacu kepada pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran data dari
subjek yang dinilai (proses pembelajaran), sedangkan pembinaan mengacu kepada
hasil penilaian. Dengan demikian, keberadaan pengawas sekolah untuk
meningkatkan mutu sangatlah penting.
BAB III
PENUTUP
Dari hasil
pembahasan tentang eksistensi Pengawas sekolah tersebut diatas maka dapat
diperoleh suatu kesimpulan dan saran sebagai rekomendasi bagi pemegang
kebijakan baik ditingkat pusat sampai ke tingkat daerah, dalam rangka
menunjukkan keberadaan pengawas sekolah memang dipentingkan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia. Adapun sebagai kesimpulan dari makalah ini
adalah sebagai berikut :
A. Simpulan
1.
Kompetensi yang harus dikuasai
pengawas sekolah antara lain Kompetensi kepribadian, Kompetensi supervisi
manajerial, Kompetensi supervisi akademik, Kompetensi evaluasi pendidikan, Kompetensi
penelitian dan pengembangan, dan Kompetensi sosial.
2.
Kompetensi Pengawas sekolah dalam Penilaian
dan pembinaan dilaksanakan pada bidang teknik pembelajaran dan teknik
administrasi;
3.
Dalam melakukan pembinaan pengawas
sekolah melaksanakannya dengan memberi arahan, bimbingan, contoh, dan saran;
4.
Kwalitas pendidikan dalam konteks makalah ini adalah
mutu proses dan mutu hasil yang mengacu kepada standar nasional pendidikan (PP
19/2005);
5.
Untuk meningkatkan mutu tersebut
peranan pengawas sangat penting.
B. Saran
1.
Kompetensi Pengawas Sekolah akan
berjalan sesuai tupoksinya manakala ada payung hukum yang jelas, maka dengan
munculnya PP 21 Tahun 2010 merupakan landasan yang harus dilaksanakan oleh
pengawas sekolah.
2.
Kompetensi Pengawas Sekolah
menurut Permenpan-RB No 21 Tahun 2010, bahwa tugas pengawas sekolah adalah
pengembangan profesi, untuk itu baik tugas membimbing guru maupun pengembangan
profesi pengawas seharusnya berjalan seiring demi optimalisasi kinerja
pengawas.
3.
Eksistensi pengawas sekolah diharapkan
mampu sebagai motivator, inovator maupun dinamisator guna meningkatkan kwalitas
pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar