Jumat, 21 Agustus 2015

EKSISTENSI PENGAWAS SEKOLAH





Makalah

EKSISTENSI PENGAWAS SEKOLAH                  TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Negara yang maju dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusianya. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mampu untuk menggunakan semua sumber daya yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan pendidikan dari semua sumber daya manusianya. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang  memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan merupakan pilar utama bagi peradaban suatu bangsa. Oleh sebab itu  kemajuan sebuah bangsa, sebenarnya tidak pernah lepas dari peranan pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap Negara di dunia. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, sebab dengan pendidikan akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas secara holistik, dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya mutu pendidikan juga berpengaruh tehadap perkembangan suatu bangsa.
Begitu  pentingnya pendidikan untuk kemajuan sebuah bangsa, maka hal itu tentu ditopang adanya sumberdaya yang berkualitas. Sumberdaya yang berkualitas dimulai dari pendidik, sebab dengan pendidik yang berkualitas akan menghasilkan sumberdaya manusia yang terdidik yang akan membawa suatu Negara kearah kemajuan.
Pengawas sekolah merupakan salah satu unsur pendidikan yang tak terpisahkan dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa, sebab keberadaan Pengawas sekolah yang merupakan pejabat fungsional  dinaungi oleh sejumlah dasar hukum. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah landasan hukum yang terbaru yang menegaskan keberadaan pejabat fungsional itu. Selain itu, Keputusan Menteri Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996 (disempurnakan dengan keputusan nomor 091/2001)  dan Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 020/U/1998 (disempurnakan dengan keputusan nomor 097/U/2001) menetapan pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen sampai saat ini. Jika ditilik sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada, yang terkait dengan pendidikan, ternyata secara hukum pengawas sekolah diperlukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
B.     PERMASALAHAN
Dari latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.       Bagaimana eksistensi pengawas sekolah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku ?
2.       Bagaimana Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas sekolah?
3.       Bagaimana Ruang lingkup kerja Pengawas sekolah?
4.       mBagaimana kinerja Pengawas sekolah dalam rangka meningkatkan Mutu Pendidikan ?


C.    TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1.      Menjelaskan dan menguraikan eksistensi pengawas sekolah.
2.      Menjelaskan dan menguraikan tentang Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas sekolah.
3.      Menjelaskan dan menguraikan Ruang lingkup kerja Pengawas sekolah.
4.   Menjelaskan dan menguraikan Pengawas sekolah dan Mutu Pendidikan.

 D.    MANFAAT
Manfaat yang  diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah mampu  memberikan wawasan dan masukan yang positif bagi mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.













BAB II
PEMBAHASAN
1.      Eksistensi Pengawas Sekolah
Eksistensi Pengawas Sekolah telah dilindungi oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas sekolah dan Angka Kreditnya, menyatakan bahwa yang dimaksud jabatan fungsional Pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung-jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas  tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.
 Kegiatan pengawasan sekolah ini meliputi menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, melaksanakan bimbingan dan pelatihan profesional Guru. Dalam menjalankan tugasnya, pengawas sekolah juga melakukan pengembangan profesi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap dan ketrampilan untuk peningkatan profesionalisme maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu bagi pendidikan dan sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah/madrasah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok,fungsi dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni:
a. kompetensi kepribadian,
b. kompetensi supervisi manajerial,
c. kompetensi supervisi akademik,
d. kompetensi evaluasi pendidikan,
e. kompetensi penelitian dan pengembangan, dan
f. kompetensi sosial.
          Dari hasil uji kompetensi di beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam jabatan, terlebih lagi bagi para calon pengawas sekolah.
    Realita yang muncul saat ini bahwa pengawas sekolah kompetensinya belum merata, hal ini dapat diketahui dari hasil uji kompetensi yang telah dilaksanakan beberapa tahun yang lalu, kemampuan yang dimiliki oleh pengawas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya belum memenuhi standar kompetensinya, oleh sebab itulah pemerintah perlu mengadakan pendidikan dan latihan ( Diklat ) peningkatan kompetensi pengawas sekolah guna meningkatkan kualitas pengawas sekolah dalam menjawab tantangan global.
    Eksistensi seorang pengawas sebagai pejabat fungsional yang permanen dilandasi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Hal ini menegaskan bahwa keberadaan pengawas sangat diperlukan sebagai supervisor dan juga sebagai assessor dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.       

2.   Tugas Pokok dan Fungsi ( Tupoksi ) Pengawas Sekolah
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0304/U/1980 tentang Struktur Organisasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menempatkan pengawas dan penilik sekolah sebagai tenaga dua fungsi. Maksudnya, mereka memiliki posisi jabatan struktural dan juga berposisi pada jabatan fungsional. Akan tetapi, dengan keluarnya Keputuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 118/1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, pengawas sekolah dan penilik sekolah (kemudian bernama pengawas sekolah) murni menjadi pejabat fungsional. Jabatan struktural yang melekat padanya dilepaskan oleh keputusan itu itu. Sejak itulah pengawas sekolah bertugas sebagai penilai dan pembina bidang teknik edukatif dan teknik adminsitratif di sekolah yang menjadi tanggung jawabnya.
Secara tegas dikatakat dalam Keputusan Menpan No. 118/1996 sebagai berikut,
”Pengawas sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah.”
Inti tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah adalah menilai dan membina. Subjek yang dinilai adalah teknis pendidikan dan administrasi pendidikan. Penilaian menurut PP 19/2005, bab I, pasal 1, ayat (17) adalah seperti betikut ini, ”Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.”  Sedangkan Kepmenpan No. 118/1996, bab I, pasal 1, ayat (8) menyatakan, ”Penilaian adalah penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolok ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.”
Terkait dengan tugas menilai, seorang pengawas sekolah melakukan pengumpulan informasi tentang subjek dan objek kerjanya (teknik pendidikan dan administrasi). Informasi  itu kemudian diolah sedemikian rupa. Hasil olahan informasi itu digunakan  untuk mengukur atau menentukan derajat kualitas subjek. Hasil penilaian tersebut akan menginformasikan kepada pengawas sekolah bahwa teknik pendidikan di satuan pendidikan tertentu telah memenuhi tolok ukur (standar) yang ditetapkan atau sebaliknya. Begitu pula halnya dengan teknik administrasi.
Kepemenpan Nomor 118/1996, Bab I, pasal 1, ayat:
(9)    Pembinaan adalah memberi arahan, bimbingan, contoh, dan saran dalam pelaksanaan pendidikan sekolah.
(10)  Memberikan arahan adalah upaya Pengawas Sekolah agar guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi dalam melaksanakan  tugasnya lebih terarah dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
(11)  Memberikan bimbingan adalah upaya Pengawas Sekolah agara guru dan tenaga lain di sekolah yang diawasi mengetahui secara lebih rinci kegiatan yang harus dilaksanakan dan cara melaksanakannya
(12)  Memberikan contoh adalah upaya Pengawas Sekolah yang dilaksanakan dengan cara yang bersangkutan bertindak sebagai guru yang melaksanakan proses belajar mengajar/bimbingan untuk materi tertentu di depan kelas/ruangan bimbingan dan kenseling dengan tujuan agar guru yang diawasi dapat mempraktikkan model mengajar/membimbing yang baik.
(13)  Memberikan saran adalah upaya pengawas sekolah agar sesuatu proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah lebih baik dari pada hasil yang dicapai sebelumnya atau berupa saran kepada pimpinan untuk menindaklanjuti  pembinaan yang tidak dapat dilaksanakan sendiri.
Berdasarkan hal di atas, ada sejumlah komepetensi yang harus dimiliki oleh seorang pengawas sekolah. Secara garis besar ada dua kompetensi yang harus dimliki, yakni kompetensi menilai dan kompetensi membina. Wawasan pengeawas sekolah dalam bidang penilaian sangatlah dibutuhkan. Mulai dari memahami konsep penilaian, jenis penilaian, indikator penilaian, instrumen penilaian, mengolah hasil penlaian, sampai kepada  memanfaatkan hasil penilaian untuk pembinaan, merupakan hal wajib yang harus dikuasai pengawas sekolah. Selain itu, melaksanakan penilaian dengan kiat yang tepat juga merupakan bagian dari komeptensi yang tidak boleh dilupakan. Sehubungan dengan ini, ada empat kelompok tugas pengawas sekolah yaitu: (1) merencanakan penilaian yang dilengkapi dengan instrumennya; (2) melaksanakan penilaian sesuai dengan kaidah-kaidah  penilaian; (3) mengolah hasil penilaian dengan teknik-teknik pengolahan yang ilmiah; dan (4) memanfaatkan hasil penilaian untuk berbagai keperluan.
Kompetensi dalam membina juga demikian halnya. Pengawas sekolah haruslah memahami konsep pembinaan, jenis-jenis pembinaan, strategi pembinaan, komunikasi dalam membina, hubungan antarpersonal dalam membina, dan sebagainya. Sekaitan dengan pembinaan, pengawas sekolah juga harus piawai merencanakan pembinaan, melaksanakan pembinaan, menilai hasil pembinaan, dan menindaklanjuti hasil pembinaan. Dengan kompetensi-kompetensi itu tentu keberadaan pengawas di satuan pendidikan benar-benar diharapkan dan dirindukan.
Berdasarkan hal itu tugas pokok pengawas sekolah dapat dirumuskan selaras dengan ayat 1, pasal 2, Kepmenpan Nomor 118/1996 sebagai beirkut, ”Pengawas Sekolah mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggungjawabnya.”
3.   Lingkup Kerja Pengawas Sekolah
Lingkup kerja pengawas sekolah  pada satuan pendidikan adalah supervisi yang berwujud  penilain dan pembinaan yang dilakukan pengawas sekolah terhadap satuan pendidikan (sekolah). Objek pembinaan dan penilaiannya adalah teknis pendidikan dan teknis administrasi. Proses yang dilakukan meliputi empat langkah penting, yakni perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan penindaklanjutan. Pengorganisasian dilakukan dalam program kerja yang meliputi program kerja tahunan dan program kerja semesteran. Semua kegiatan dilakukan secara berkesinambungan dari tahun ke tahun dan dari satu semester ke semester berikutnya.
Pada akhir tahun pelajaran, pengawas sekolah melakukan refleksi terhadap kegiatan supervisi yang dilakukannya sepanjang tahun itu. Hasil refleksi itu akan memberikan informasi tentang pelaksanaan supervisi yang tuntas dan yang tidak tuntas sesuai dengan rencana. Hal yang tuntas sesuai dengan rencana tidak perlu dilanjutkan pada tahun berikut. Hal yang belum tuntas menurut ukuran rencana, perlu dilanjutkan pada tahun berikut. Dengan demikian, perencanaan supervisi tahun berikut memiliki landasan empiris yang jelas, yakni pengalaman atau data supervisi tahun yang lalu.
Selain merefleksi hasil supervisi tahun lalu, pengawas sekolah juga membahas, mengkaji, dan menganalisis kebijakan-kebijakan mutakhir yang diterbitkan birokrasi pendidikan. Kebijakan itu dibahas secara rinci, terutama yang terkait langsung dengan tujuan supervisi dan bidang tugas pengawas sekolah. Kebijakan bisa berasal dari pemerintah dan bisa juga dari pemerintah daerah. Atau mungkin dinas pendidikan setempat juga mengeluarkan kebijakan bidang pendidikan. Dengan menganalisis dan memanfaatkan kebijakan bidang pendidikan, berarti perencanaan supervisi yang disusun pengawas sekolah memilki dasar yuridis yang jelas pula.
Hal lain yang diperhatikan adalah perkembangan ilmu dan pengetahuan. Perkembangan ilmu dan pengetahuan bisa terkait dengan substansi disiplin ilmu, bisa juga terkait dengan pendekatan, metode, dan teknik supervisi. Perkembangan ilmu dan pengetahuan tersebut hendaklah menjadi perhatian pengawas sekolah dalam menyusun perencanaan supervisi. Kemudian, perkembangan ilmu dan pengetahuan yang relevan dapat dijadikan landasan penyusunan perencanaa tahun itu. Dengan demikian, perencanaan supervisi yang disusun pengawas sekolah memiliki landasan teoretis yang jelas.
Perencanaan supervisi, kemudian disebut program kerja pengawas sekolah terdiri dari program tahunan dan program semester. Program tahunan dibuat oleh sekelompok pengawas sekolah yang diberi tugas oleh koordinator pengawas sekolah. Program semesteran dibuat oleh masing-masing pengawas sekolah untuk ruang lingkup kerja satuan pendidikan yang dibinanya. Program semesteran ini disusun berdasarkan program rahunan. Jadi, program tahunan berlaku untuk suatu kota atau kabupaten dan menjadi pedoman untuk menyusun program semesteran. Program semesteran adalah program masisng-masing pengawas sekolah untuk sekolah yang menjadi tanggungjawabnya.
Berdasarkan uraian di atas, perencanaan atau program supervisi satuan pendidikan (sekolah) memiliki tiga landasan penting. Ketiga landasan penting itu adalah landasan empiris, landasan yuridis, dan landan teoretis. Dengan ketiga landasan tersebut, perencanaan atau program supervisi diharapkan bedayaguna dan berhasil guna, efektif dan efisien.
Aplikasi perencanaan meliputi dua bidang utama yakni teknik pendidikan dan teknik administrasi. Teknik pendidikan berhubungan dengan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dengan segala aspeknya. Pembelajaran itu sendiri sekurang-kurangnya meliputi lima bidang pokok yakni penyusunan program, penyajian program, penilaian hasil dan proses, menganalisis hasil belajar, dan menyusun serta melaksanakan perbaikan dan pengayaan. Sekaitan dengan itu, pertama-tama yang harus dinilai oleh pengawas sekolah adalah program yang disusun oleh pendidik. Apakah program itu telah memenuhi standar atau belum? Kalau belum, di mana belumnya? Apa faktor penyebabnya? Dan mungkin sejumlah pertanyaan lain dapat dimunculkan. Barangkali, pertanyaan utama yang diajukan untuk penyusunan program oleh pendidik adalah, ”Berapa persenkah jumlah pendidik di bawah pengawasan saya yang telah menyusun program pembelajaran dengan benar (menurut standar yang ditetapkan)?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, tentu pengawas sekolah telah memiliki standar kelayakan suatu program pembelajaran. Jika standar itu belum ditetapkan, seyogyanya itulah langkah awal yang harus dilakukan oleh pengawas sekolah besama-sama pada satu kabupaten/kota bersama pengawas sejenis. Standar kelayakan itu menjadi penting, karena itulah yang menjadi panduan atau dasar bagi pengawas sekolah untuk menilai dan membina pendidikan dalam menyusun program pembelajaran. Tanpa mengenal standar kelayakan suatu program, pengawas sekolah akan cendrung semena-mena dalam menilai dan membina. Tentu saja hasil penilaian dan pembinaan tidak akan optimal dan tidak akan bermanfaat untuk peningkatan mutu.
Hal yang sama juga berlaku untuk penyajian program, penilaian hasil belajar, analisis hasil belajar, dan perbaikan serta pengayaan. Standar-standar masing-masing kegiatan itu jika belum terumuskan secara spesifik, tentu itulah yang pertama-tama dikerjakan oleh kelompok pengawas mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, bimbingan dan koenseling, serta pengawas sekolah dasar dan teman kanak-kanak. Sudahkah standar kelayakan itu ada? Inilah yang harus dijawab pertama-tama oleh para pengawas sekolah.
Untuk membantu para pengawas sekolah, seyogyanya kembali ke Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 19  ayat (1) misalnya menyatakan, ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan psikologis peserta didik.” Jika hal ini dijadikan sebagai standar kelayakan penyajian program, tentu perlu dirumuskan indikator dari setiap item kelayakan itu. Dari indikator-indikator itulah lahirnya instrumen penilaian yang merupakan bagian dari perencanaan supervisi.
Kalau sasaran supervisi adalah teknik administrasi, pengawas sekolah juga menetapkan standar kelayakannya. Misalnya pengelolaan satuan pendidikan sebagai bagian dari teknik administrasi, pengawas sekolah juga dapat mepedomani PP 19/ 2005 yang berhubungan dengan standar pengelolaan. Dari standar-standar yang ada itu pula dapat disusun indikator pengelolaan yang kemudian akan melahirkan instrumen penilaian tentang pengelolaan satuan pendidikan. Hal yang sama juga berlaku untuk bidang lain yang terkait dengan standar nasional pendidikan.
Bila kedua bidang (teknik pendidikan dan adminsitrasi) telah dinilai, tentu diperoleh sejumlah data tentang itu. Data atau informasi tersebut akan berbicara kepada pengawas sekolah setelah melalui pengolahan yang benar. Informasi tersebutlah yang kemudian dijadikan landasan untuk melakukan pembinaan. Katakanlah misalnya, jumlah pendidik di bawah binaan seorang pengawas sekolah hanya 50 persen yang dapat membuat program pembelajaran berdasarkan standar kelayakan. Padahal, target seorang pengawas sekolah dalam program semesternya adalah 80 persen pendidik yang dibinanya mampu menyusun program pembelajaran berdasarkan standar kelayakan. Oleh karena itu, ada 30 persen lagi dari jumlah guru yang ada yang harus dibina. Bentuk, metode, dan teknik pembinaan terhadpa  30 persen pendidik itu dituangkan ke dalam perencananaan atau program pembinaan.  Dengan demikian, pada akhir tahun pembelajaran akan dapat dilakukan refleksi terhadap pembinaan yang dilakukan. Begitu seterusnya untuk bidang-bidang yang lain.
PP 19/2005, pasal 19, ayat (3) menyatakan, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.” Pada pasal 23 ditegaskan, ”Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.”
Pengawas sekolah berkewajiban menyusun laporan atas kegiatan supervisinya. Laporan tersebut selain digunakan untuk menyusun perencanaan supervisi tahun berikutnya, juga digunakan sebagai pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang dipikulkan kepadanya. Pasal 58 ayat (5) PP 19/2005 menyatakan, ”Untuk pendidikan dasar, menengah, dan nonformal laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/ Walikota melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan satuan pendidikan bersankutan.”
4.    Pengawas Sekolah dan Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dalam konteks makalah ini adalah mutu proses pembelajaran dan hasil belajar. Mutu proses mengacu kepada standar proses seperti yang tertuang di dalam PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. PP 19/2005, bab 1, pasal 1, ayat 6 menyatakan, ”Standar proses adalah standar naisonal pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.” Standar kompetensi lulusan ditegaskan pada ayat 4 seperti berikut, ”Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.”
Pada pasal 19 ayat (1) peraturan pemerintah ini dinyatakan, ”Peroses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi perserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kretivitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis perserta didik.”  Pada ayat (2) ditambahkan, ”Selain ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.” Pada ayat (3) ditambahkan lagi, ”Setiap satuan pendidikan melakukan perenscanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.”
Jadi, mutu pendidikan dalam konteks makalah ini adalah mutu proses yang mengacu kepada standar proses dan mutu hasil yang mengacu kepada standar komepetnsi lulusan. Mutu proses memiliki hubungan kausal dengan mutu hasil. Jika proses  pembelajaran bermutu, tentulah standar komptensi lulusan dapat dicapai dengan bermutu pula.
Pencapaian kedua mutu yang dimaksud, sudah jelas membutuhkan keberadaan pengawas sekolah. Hal itu terkait dengan tugas pokoknya yakni menilai dan membina teknik pendidikan dan treknik administrasi. Penilaian mengacu kepada pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran data dari subjek yang dinilai (proses pembelajaran), sedangkan pembinaan mengacu kepada hasil penilaian. Dengan demikian, keberadaan pengawas sekolah untuk meningkatkan mutu sangatlah penting.







BAB III
PENUTUP
Dari hasil pembahasan tentang eksistensi Pengawas sekolah tersebut diatas maka dapat diperoleh suatu kesimpulan dan saran sebagai rekomendasi bagi pemegang kebijakan baik ditingkat pusat sampai ke tingkat daerah, dalam rangka menunjukkan keberadaan pengawas sekolah memang dipentingkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Adapun sebagai kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
A.    Simpulan
1.      Kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah antara lain Kompetensi kepribadian, Kompetensi supervisi manajerial, Kompetensi supervisi akademik, Kompetensi evaluasi pendidikan, Kompetensi penelitian dan pengembangan, dan Kompetensi sosial.
2.      Kompetensi Pengawas sekolah dalam Penilaian dan pembinaan dilaksanakan pada bidang teknik pembelajaran dan teknik administrasi;
3.      Dalam melakukan pembinaan pengawas sekolah melaksanakannya dengan memberi arahan, bimbingan, contoh, dan saran;
4.      Kwalitas  pendidikan dalam konteks makalah ini adalah mutu proses dan mutu hasil yang mengacu kepada standar nasional pendidikan (PP 19/2005);
5.      Untuk meningkatkan mutu tersebut peranan pengawas sangat penting.
B. Saran
1.      Kompetensi Pengawas Sekolah akan berjalan sesuai tupoksinya manakala ada payung hukum yang jelas, maka dengan munculnya PP 21 Tahun 2010 merupakan landasan yang harus dilaksanakan oleh pengawas sekolah.
2.      Kompetensi Pengawas Sekolah menurut Permenpan-RB No 21 Tahun 2010, bahwa tugas pengawas sekolah adalah pengembangan profesi, untuk itu baik tugas membimbing guru maupun pengembangan profesi pengawas seharusnya berjalan seiring demi optimalisasi kinerja pengawas.
3.      Eksistensi pengawas sekolah diharapkan mampu sebagai motivator, inovator maupun dinamisator guna meningkatkan kwalitas pendidikan di Indonesia.  
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar